Menulis Autobiografi
Oleh Yandri Novita Sari
Menikmati sore salah satu hobbi dalam memanjakan ketenangan jiwa. Merasakan
indahnya nikmat yang Tuhan berikan. Menikmati setiap deburan ombak. Gelombang
laut yang saling berkerjaran. Memacah di tepian bibir pantai. Semakin menambah keindahan
panorama senja. Di kaki langit lukisan semburat jingga tak lupa menyapa. Adakah
rindu yang dititipkan di ufuk barat sana.
Puukkk…
Tiba-tiba seseorang menepuk punggung ku dari arah belakang.
“Eh melamun aja,” ucap suara perempuan yang entah siapa. Mata masih
dimanjakan oleh mahakarya Tuhan yang tiada tandingannya.
“Yank, kok diam aja.” Ujarnya sambil duduk disamping kanan dan
memindahkan bubble drink rasa choco caramel milikku
“Oh kamu Dwi,” Ucapku sembari menggesar posisi duduk ke tepi kiri.
“Sendiri aja? Biasanya kamu sama cowok,” tambahku.
“Ada tuh disana, lagi pesan minuman,” jawabnya menunjuk ke arah cafe
pinggiran pantai.
“Oh,” jawab ku singkat sambil mata kembali menikmati keindahan
sunset yang akan kembali keperaduan menemui pagi yang sedari lama menunggunya.
“Biasanya kesini bareng dua keponakan kamu yang lucu-lucu? tanya Dwi
sambil mengayun-ayunkan kaki.
“Mereka lagi liburan, katanya mau ke lembah harau di Payakumbuh,”
ucapku.
“Lah, kenapa nggak ikutan? Ucap Dwi menyeringei.
“Jagain ayah dirumah, kasihan kalau ditinggal sendiri,” balasku
sambil mengecek ponsel yang sedari tadi getarya tidak berhenti.
“Makanya cari cepat pendamping hidup, biar bisa family time bareng.”
Canda Dwi seikit meledek kearah ku.
“Emang kamu kira seperti belanja, deal langsung beli,” Ucapku ketus
“He he he… Iya juga sih, semoga sebelum syawal kamu udah nikah ya.”
Jawab Dwi sambil ku aamiinkan dalam hati.
“Yank, nanti pukul tujuh malam temanin keluar dong, mau beli
jilbab pasmina untuk shalat Idul Adha besok,” pinta Dwi mengahadap ke arah ku.
“Nanti malam saya ada kuliah menulis. Malas ah. Mau fokus bikin
tulisan,” jawabku sambil menikmati bubble drink yang sudah tinggal setengah.
“Bentar doang, nanti saya kerumah pokoknya. Titik,” tegas Swi
dengan nada sekit memaksa.
“Tengok nanti aja,” jawabku pendek.
Mentari sudah tenggelem diufuk barat. Menandakan adzan Magrib
segera berkumandang. Segera ku habiskan minuman yang masih tersisia. Memakai sweater
dan segera melangkah menaiki motor yang ku parkir.
“Dwi saya duluan yah, pukul tujuh mau kuliah, daahh,” jawabku langsung
pergi.
“Jangan lupa ya,” teriak Dwi.
“Insyaallah,” jawabku sambil tancap gas.
Sesampai dirumah gema takbiran berkumandang merdu. Membuat siapa
saja yang mendengarkan akan merasakan ketenangan. Aku pun begitu, tapi ada
kesedihan dan kerinduan tiap lebaran yang aku rasakan. Ditengah kumandang
takbir ada pilu yang aku rasa. Sedih dan sesak didada. Ingin rasanya diri ini
menangis. Tapi tidak ada guna, karena akan menambah kesedihan di tengah keluarga.
Idul Adha ditempatku jatuh pada Jumat, (09/07)
Notifikasi grup kuliah mulai saut menyaut. itu pertanda kuliah
segera dimulai. Pukul 19.00 grup sudah di kunci oleh Ibu Lely Suryani selaku
moderator malam ini. beliau membagikan flayer tentang pertemuan malam ini. Disana
ada foto Bapak Suparno, S.Pd., M.Pd. Tertulis besar tema malam ini membahas tentang
Menulis Autobiografi.
Yang aku ketahui autobiografi berisikan tulisan perjalanan hidup
seseorang yang ditulis oleh dirinya sendiri. Yah bisa dibiang perjalanan hidup
seseorang seperti melewati masa gagal, berhasil, kecewa, bahagia, sedih dan
sebagainya sampai dengan keadaannya sekarang.
“Aku Yandri Novita Sari. Orang-orang biasa memanggilku dengan
sebutan Ayank, Yayank, Iyang, Yandri, dan Vita. Sewaktu kecil dulu, aku tinggal
bersama ayah, ibu, abang dan kakakku di sebuah gubuk kecil dialam hutan di
ujung perkampungan kecamatan Linggo Sari Baganti. Beratapkan bambu, berdinding dan
berlantai papan. Bentuk rumahku ada dua tingkat. Ditingkat pertama ada ternak ayam
milik ayahku. Ayahku hanya seorang Petani. Sehari-hari ayahku memanjat batang nira
untuk mengambil airnya dan dimasak oleh ibuku untuk dijadikan gulo anau. Sebutan
dikampung ku. Disekitar rumahku banyak tanaman ayah, mulai dari ubi, nangka,
pisang, dan pohon kelapa”
Teks diatas salah satu contoh singkat autobiografi.
Tiba-tiba ada suara motor yang berenti didepan rumah sembari
memanggilku. Huh siapa lagi kalau bukan Dwi. Sambil mengucap salam Dwi langung
menuju kamar ku. Yang pintunya tidak terkunci. Aku sedang asik mengetik di
laptop.
“Yaelah masih sibuk aja malam-malam didepan laptop.” Ucapnya
dengan nada datar sambil membaringkan tubuhnya di kasurku yang tidak terlalu
empuk.
“Iya lagi btuat tulisan bentar tentang autobiografi,” balasku
sambil menatap layar ponsel, sekali-kali kualihkan pandangan ke ponsel.
“Biar anak cucu bisa mengenang sejarah perjalanan hidup, kamu
tinggal bikin autobiografi aja,” jelasku tanpa ditanya Dwi. Maklum aku suka
bicara sendiri tanpa di tanya. He he he.
“Buat apaan aku nulis begituan.” Ujar Dwi sambil beranjak duduk ke
arahku.
“Idiiih malah nanya lagi, barusan udah dibilangin biar anak cucu atau
keluarga bisa baca sejarah perjalan hidup kamu,” jelasku kesal
Ingat nggak perkataan dari Abu Hamid Al Ghazali, beliau me…” Terangku
yang belum selesai
“Emang apaan kata beliau,” potong Dwi.
“Iya ini mau lagi ngomong malah dipotong. Jika kau bukan anak
raja, dan juga bukan anak ulama besar, maka menulislah,” Ucapku menatap Dwi
“Oh begitu. Tapi kan nggak gambang buat autobiografi,” sambung Dwi.
“Itu mah gambang, tinggal buat outline atau kerangka tulisan saja.
Lengkapi tulisan, trus edit,” paparku.
“Ini anak kayak membalikkan telapak tangan aja, apa-apa gampang,
bikin karangan Bahasa Indonesia aja bisa habis satu jam pelajaran awaktu
disekolah, apalagi autobiografi.” Kenang Dwi dan kami pun tertawa bersama.
“Ayuk Yank, keluar bentar, nanti keburu toko jilbabnya tutup,”
rengek Dwi sambil menarik-narik tanganku.
“Iya, wait dikit lagi,” jemariku sambil mengetik dengan cepat. Ponsel dan
laptop bergantianku lirik.
“Oya emang itu aja langkah-langkah bikin autobiogradi, Yank,”
tanya Dwi kembali.
“Gaya kamu sok nggak tertarik, tapi nanya-nanya juga, dasar,”
balasku
“He he he, siapa tau nanti aku tertarik,” jawab Dwi menyeringei
malu.
“Iya, nanti bisa kamu tambahin kata-kata bijak biar tulisan makin
oke,” balasku sambil menyelesaikan tulisan.
“apalagi,” desak Dwi.
“Kalau sudah selesai ditulis bisa minta orang terpercaya untuk
jadi editor berkaitan tentang ejaan, tata bahasa dan lain sebagainya. Selanjutnya
buat cover yang menarik, kata pengantar dari tokoh-tokoh terkenal,” jelasku
kembali.
“Ohh itu aja yah?” tanya Dwi.
“Belum, langkah terkahir kirim kepenerbit dong Dwi, biar jadi
buku. Siapa tau nanti bisa kamu jual dan banyak yang berminat. He he he,”
jelasku.
“Oke deh, nanti aku pikir-pikir dulu,” tambah Dwi.
“Yaudah, sebentar saya kirim ke blog, kamu jangan lupa baca dan
komentar yah,” rayu ku.
“Ingat loh Dwi, setiap detik dalam hidup adalah perjalanan, setiap
perjalanan adalah pelajaran. Nah siapa tahu tulisan kamu bisa bermanfaat untuk
orang banyak. Tulisaan itu akan menemui pembacanya,” Tutup ku sambil menutup layar
laptop karena tulisan sudah terkirim ke blog.
"Hidup adalah sebuah perjalanan dan jika kamu jatuh cinta
dengan perjalanan itu, kamu akan jatuh cinta selamanya."
Wow...mantap...
BalasHapusMakaciih bun elmi๐
HapusSemakin kereeen tulisannya dek yandri.
BalasHapusSama kakak juga keren pakai banget๐
HapusKerennn
BalasHapusKakak juga loh.. ๐
HapusWow mantab berat
BalasHapusAsiik di kunjungi langsung oleh bapak suparno. Trimakasiih banyak pak ๐
HapusSalut deh pokoknya untuk ibu ketua kelas yang hebat ini๐
BalasHapusHihi terimakasih bapak atau ibu... Apalagi ibu juga lebih keren bgt
HapusEmang hebat ketua
BalasHapusHehe yandri masih belum ada apa2 nya bu
HapusSemakin berbobot tulisan nya
BalasHapusHihi merasa belum pantas yandri buu
Hapusluar biasa tulisannya
BalasHapusKeren bet dah yandri๐
BalasHapusSelalu tampil beda. Keren.
BalasHapusSelalu mantapp ๐๐
BalasHapusciri khas bunda yang sangat beda dan waw
BalasHapus